Makhluk biru mungil itu menempati rumahnya yang berbentuk seperti jamur. Mereka hidup bersama di sebuah desa antah-berantah pedalaman hutan Eropa. Mereka hidup rukun dan masing-masing menjalankan fungsinya dengan baik dalam masyarakat. Mereka punya bahasa sendiri yang mengganti kata kerja dan kata sifat dengan identitas bangsa mereka… Smurf.
Komik Belgia karangan Pierre Culliford, populer dengan nama pena Peyo, ini sempat populer di Indonesia
pada tahun 1980-an, bahkan pada saat itu sebuah stasiun televisi swasta
sempat menayangkan film kartunnya selama beberapa waktu dan sebuah
jaringan restoran multinasional mengadopsi mainan figurnya sebagai
hadiah menu khusus yang diperuntukkan bagi anak-anak.
Pierre Culliford |
Puluhan
tahun sesudah masa kejayaan Smurf di Indonesia berlalu, anak-anak yang
dulu mengkonsumsi kisah di Desa Smurf itu beranjak dewasa dan melihat
kebobrokan bangsa ini. Tidak seperti generasi sebelumnya yang
terhegemoni politik scapegoating Orde Baru, mereka justru jauh lebih
akseptif terhadap wacana-wacana gerakan berideologi kiri. Sebagai
antitesa atas kegagalan ideologi yang dianut pemerintah despotik, sosok
Karl Marx dan Che Guevara hadir bagai pahlawan di tengah mereka.
Bisa
jadi, penerimaan kaum muda terhadap ideologi kiri tersebut terjadi
karena sejak kecil mereka sudah mendapat gambaran ideal mengenai pola
kehidupan masyarakat sosialis melalui komik Smurf.
Komunalisme Desa Smurf
Kehidupan
di Desa Smurf telah menggambarkan dengan sempurna praktek sosialisme
utopis yang ada di dalam kepala Marx, dengan menggambarkan sebuah komune
yang dikelola secara kolektif di bawah pimpinan sang revolusioner
tunggal bernama Papa Smurf.
Di
desa itu semua Smurf bekerja sesuai profesi pilihannya dengan suka cita
dan hak yang sama tanpa harus mengenal sistem mata uang --benar-benar
sebuah kondisi yang ideal bagi kaum komunis.
Secara
ekonomis, Desa Smurf seperti sebuah pasar yang tertutup, tidak mengenal
mata uang, dan semua menjadi milik bersama --properti publik. Setiap
Smurf adalah pekerja sekaligus pemilik. Para Smurf menolak ide pasar
bebas, karena keserakahan dan ketidakadilannya, dan kepentingan kolektif
lebih penting dan lebih berharga daripada kepentingan individual.
Ancaman Kontra Revolusi
Seperti
layaknya negara komunis di dunia ini, Desa Smurf pun tidak lepas dari
bayang-bayang masalah. Di bagian hutan yang lain hidup Gargamel, seorang
perjaka tua jahat yang hidup bersama kucingnya yang setia, Azrael.
Gargamel dengan kemampuan sihirnya ingin melebur para Smurf yang
dipercayainya sebagai bahan baku untuk membuat emas. Sementara Azrael hanya semata ingin merasakan kenikmatan daging para Smurf.
Gargamel & Azrael (Kucing) |
Dalam
hal ini Gargamel dapat digambarkan sebagai negara-negara kapitalis yang
melihat segalanya sebagai potensi komodifikasi. Kebetulan pula, sejarah
menunjukkan emas adalah salah satu komoditas yang menjadi daya tarik
penjelajahan kaum imperialis. Semua yang buruk tentang kapitalisme ada
pada dirinya. Ia rakus, kejam, dan hanya mempedulikan kepuasan dirinya
sendiri. Dia adalah contoh manusia yang lebih mengutamakan kepentingan
individual di atas kepentingan masyarakat yang dihidupinya. Bukan
kebetulan juga kalau ternyata ia adalah seorang perjaka tua yang tinggal
dalam kastil di tengah hutan dengan hanya ditemani seekor kucing.
Secara
metafor, ia ingin menghabisi sosialisme, sama seperti yang dilakukan
negara barat terhadap Sovyet dan negara-negara satelitnya selama perang
dingin. Kemudian sebagai seorang kapitalis sejati, ia berharap bisa
menjadikan segalanya sebagai komoditas --termasuk makhluk hidup lain.
Bahkan rencana kedua yang akan dilakukan Gargamel terhadap para Smurf
adalah ia ingin mengubah mereka menjadi bongkahan emas secepatnya
setelah ia berhasil menangkapnya. Sebagai seorang kapitalis, ia lebih
mempedulikan kesejahteraan dirinya sendiri daripada kesetaraan dan
keadilan. Sudah menjadi sifat alaminya untuk mengumpulkan kekayaan
sebanyak mungkin.
Kucing
peliharaan Gargamel, Azrael, mewakili serikat pekerja mandul di
negara-negara yang menganut sistem pasar bebas. Ia tidak pernah mengeluh
karena memang ia tidak punya suara. Ia tidak bisa menegoisasikan
gajinya --ia makan apa saja yang disuguhkan majikannya. Dan karena
tubuhnya berukuran lebih kecil dan tidak lebih kuat dari Gargamel, maka
ia juga mewakili kaum proletar, sementara Gargamel mewakili kaum
borjuis. Azrael dieksploitasi dan ditindas. Ia mempertaruhkan nyawanya
untuk melakukan pekerjaan berbahaya yang tidak bisa dilakukan majikannya
dan tidak memiliki kapasitas intelektual untuk mempertanyakan masalah
ini, sama seperti para pekerja yang menderita nasib buruk yang sama
selama berabad-abad karena kurangnya pendidikan yang didapatkannya, dan
ia tidak punya pilihan lain selain menghamba pada majikannya.
Konflik Internal
Nampak
usaha untuk menunjukkan betapa idealnya kehidupan kolektif di bawah
satu pimpinan ini digambarkan dengan jelas dalam salah satu serinya yang
berjudul Smurfuhrer, dimana konflik khas Marxian klasik antara
pemerintah yang jahat dan menindas --dimana pemimpin (dan kapitalis)
yang rakus mengeksploitasi masyarakat untuk kepentingannya sendiri;
dipertentangkan dengan politik egalitarian ideal yang telah di
formulasikan oleh Marx-- kesemuanya digambarkan dengan baik.
Di
situ diceritakan Papa Smurf harus menempuh perjalanan panjang untuk
mencari bahan ramuan ajaibnya. Sepeninggal Papa Smurf, para Smurf yang
lain mengadakan pemilihan untuk memilih pengganti Papa Smurf, lalu
terpilihlah satu Smurf sebagai pemimpin. Tapi ternyata ia menjadi
otoriter dan menimbulkan gelombang pemberontakan dari para Smurf yang
lain untuk menggulingkan kekuasaannya.
Hasilnya? Desa Smurf itu pun jadi rusak akibat insureksi yang di jalankan milisi pemberontak itu, dan desa yang utopis itu baru pulih kembali setelah Papa Smurf pulang di saat pertarungan sengit antara para Smurf sedang terjadi. Dalam hal ini, Papa Smurf, sebagaimana juga dengan Marx, telah mewakili bentuk Marxisme yang ideal dengan menampilkan gambaran ketergantungan masyarakat yang butuh sosok pahlawan pelopor (avant garde) revolusioner yang bisa dijadikan panutan dan pemimpin yang maha hebat.
Representasi Penokohan
Secara
visual pun ditemukan kemiripan antara karakter penghuni Desa Smurf
dengan tokoh ideologis mazhab kiri di dunia nyata. Figur pemimpin desa,
Papa Smurf, dengan jenggotnya yang lebat akan dengan mudah mengingatkan
pada sosok Karl Marx. Jangan lupa pula, Papa Smurf adalah satu-satunya
penghuni Desa Smurf yang menggunakan pakaian bewarna merah –warna
tradisional kaum sosialis.
Satu
lagi karakter dalam Desa Smurf yang memiliki kemiripan tersebut adalah
Smurf Kacamata.
Kacamata bulat yang dikenakannya mengingatkan pada sosok Leon Trotsky, salah seorang pentolan partai Bolshevyk yang terjegal setelah Stalin mengambil alih tampuk kekuasaan.
Dalam kisahnya digambarkan Smurf Kacamata sebagai seekor Smurf dengan kecerdasan yang hampir menyamai Papa Smurf. Namun sikapnya yang sok tau dan sombong membuatnya sering jadi bulan-bulanan dan bahan cemoohan para penghuni Desa Smurf lain, sama seperti nasib Trotsky yang kemudian mati terbunuh dengan alat pemecah es dalam pengasingannya di Meksiko.
Smurf Kacamata (Brainy Smurf) |
Kacamata bulat yang dikenakannya mengingatkan pada sosok Leon Trotsky, salah seorang pentolan partai Bolshevyk yang terjegal setelah Stalin mengambil alih tampuk kekuasaan.
Leon Trotsky |
Dalam kisahnya digambarkan Smurf Kacamata sebagai seekor Smurf dengan kecerdasan yang hampir menyamai Papa Smurf. Namun sikapnya yang sok tau dan sombong membuatnya sering jadi bulan-bulanan dan bahan cemoohan para penghuni Desa Smurf lain, sama seperti nasib Trotsky yang kemudian mati terbunuh dengan alat pemecah es dalam pengasingannya di Meksiko.
S.M.U.R.F?
Menurut
pencipta aslinya komik ini berjudul Les Schtroumpfs yang berasal dari
bahasa Prancis. Namun kemudian diterjemahkan ke berbagai bahasa sebagai
Smurf. Apa arti kata “Smurf” itu? Para fans, mungkin sebagian di
antaranya adalah penganut teori konspirasi, mempunyai dua dugaan. Satu,
nama S.M.U.R.F. adalah kependekan dari Socialist Men Under Red Father.
Dua, kepanjangan dari nama S.M.U.R.F. adalah Sovyet Militants Under Red
Faction.
Medium adalah Pesan
Sekurang-kurangnya,
Peyo berhasil menggambarkan teori Marxisme dalam bentuk kisah dongeng
yang alegoris. Jauh dari gagal, komik Smurf pada akhirnya telah berhasil
menyebarkan pesan dengan baik, dengan bias kehidupan nyata yang kita
alami, jauh lebih baik daripada yang pernah literatur fantasi lainnya
coba lakukan. Boleh saja sebagian besar ide dalam komik ini terinspirasi
ideal Marxisme utopis, karena, walaupun ia tidak menggambarkan dunia
secara nyata juga apa adanya dengan segala kompleksitasnya, kita masih
bisa membayangkannya.
Sekarang mungkin kita bisa tahu kenapa kaum muda bisa lebih menerima gagasan utopis dari generasi sebelumnya. Wallahualam..
(Di Edit Oleh 8eelze8u8, Dari Berbagai Sumber)
(Di Edit Oleh 8eelze8u8, Dari Berbagai Sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar